Kembalinya Massimiliano Allegri ke kursi pelatih AC Milan membawa banyak cerita lama ikut menyeruak ke permukaan. Pria Italia berusia 57 tahun itu dipercaya kembali menangani Rossoneri mulai musim 2025/26 setelah sempat menukangi mereka pada 2010 hingga 2014.
Milan pun sedang menjalani persiapan pramusim dengan tur ke Asia dan Australia. Saat ini, mereka sudah berada di Singapura, dan akan menghadapi Arsenal dalam laga uji coba di Stadion Nasional Singapura pada Rabu, 23 Juli 2025 pukul 18.30 WIB.
Menjelang pertemuan itu, wajar bila ingatan fans Milan melayang ke satu laga bersejarah. Pada Februari 2012, Milan besutan Allegri membantai Arsenal 4-0 di San Siro — malam di mana taktik, intensitas, dan kelas menyatu sempurna.
Pertandingan itu adalah leg pertama babak 16 besar Liga Champions musim 2011/12. Arsenal, yang waktu itu masih ditangani Arsene Wenger dan diperkuat Mikel Arteta (pelatih The Gunners sekarang), datang ke San Siro dengan reputasi kuat. Duel itu diprediksi berlangsung seimbang.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Di depan puluhan ribu tifosi yang memadati stadion, Milan tampil menggila dan benar-benar membuat Arsenal tak berkutik.
Empat gol lahir dari kaki Kevin-Prince Boateng, Robinho (2), dan penalti Zlatan Ibrahimovic. Skor besar itu memberi Milan keunggulan vital meski mereka sempat ketar-ketir di leg kedua.
Allegri mengandalkan formasi favoritnya, 4-3-1-2 dengan gelandang berlian. Skema ini sebelumnya sukses membawa Milan juara Serie A pada musim 2010/11.
Boateng jadi sosok kunci di belakang duet striker, bergerak bebas mencari ruang dan menjadi penghubung antar lini. Posisi itu memberinya kebebasan untuk menghancurkan blok Arsenal dari dalam.
Salah satu peluang pertama bahkan lahir dari skema lemparan ke dalam. Kombinasi Boateng, Zlatan, dan Robinho menciptakan tembakan tajam — bukti kecermatan struktur serangan Milan.
Menekan, Merebut, Menghukum
Gol pertama Milan tercipta lewat pressing yang terorganisir. Robinho menutup jalur umpan ke sisi kanan, memaksa Szczesny melakukan kesalahan fatal.
Allegri menerapkan pressing horizontal yang membuat Arsenal kesulitan keluar dari tekanan. Antonini bertahan lebar demi mengawal Walcott dan mencegah peralihan ke sisi jauh.
Sementara itu, Van Bommel dan Mexes memainkan peran penting di tengah. Mexes leluasa naik karena Van Persie sendirian, sementara Van Bommel menjaga ritme dengan mematikan pergerakan Ramsey.
Kompak Saat Menyerang, Rapat Saat Bertahan
Milan bertahan dengan sangat rapi menggunakan formasi 4-3-1-2. Blok tengah dijaga ketat, memaksa Arsenal melebar dan kehilangan akses ke zona berbahaya.
Arteta sempat mencoba menekan, tapi malah membuka celah besar di sisi lain. Milan memanfaatkan situasi 3v2 dan mencetak gol dengan kecerdikan membaca ruang.
Di babak kedua, kualitas individu mengambil alih. Zlatan dan Robinho memperlihatkan sentuhan kelas atas untuk menambah gol ketiga dan membuat Arsenal makin tenggelam.
Respons Cermat sang Pelatih
Ketika Arsenal mulai mengubah pendekatan dengan menyerang dari tengah, Allegri tak tinggal diam. Ia segera mengubah formasi menjadi 4-4-2 datar dengan memasukkan Ambrosini.
Perubahan itu membuat Milan kembali solid di tengah dan menutup celah yang coba dieksploitasi Arsenal. Ini contoh nyata dari kecermatan membaca situasi pertandingan.
Gol keempat lahir dari skema matang dan gerakan tajam yang memancing pelanggaran di kotak penalti. Penalti Zlatan menutup malam yang nyaris sempurna.
AllegriBall di Puncak Performanya
Laga ini menjadi simbol kehebatan Allegri dalam mengelola taktik dan emosi tim. Milan bermain dengan struktur yang matang, pressing efektif, dan keseimbangan di semua lini.
Bukan hanya strategi awal yang bekerja, tapi juga kemampuan menyesuaikan saat permainan berubah. Allegri tahu kapan harus bertahan, kapan harus menyerang, dan kapan harus mengunci laga.
Kini, dengan kembalinya Allegri dan Arsenal kembali jadi lawan, memori itu pun terasa hidup lagi. Ini mungkin bukan Liga Champions, tapi siapa tahu Singapura jadi tempat Allegri menulis sebuah kisah baru.
No comments:
Post a Comment