Sejumlah oknum perusahaan mengabaikan sektor keselamatan jalan raya demi meraup keuntungan maksimal dengan truk 'ODOL'.
Truk dengan kategori Over Dimension and Overload (ODOL) atau kelebihan beban muatan beberapa kali merenggut nyawa pengguna jalan tak bersalah. Keserakahan perusahaan guna memaksimalkan keuntungan seakan tak memperhitungkan aspek keselamatan.
Padahal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah mengatur dengan jelas pembagian dimensi dan beban truk ke dalam kelas I, II, III, dan Khusus. Namun, hingga kini tak jarang truk yang melebihi kapasitas terlihat wara-wiri di jalan.
Rifat Sungkar sebagai praktisi safety driving menyatakan geram dengan kehadiran truk ODOL di jalan raya. Menurutnya, truk ODOL memberikan tiga dampak negatif terhadap sejumlah aspek di jalan raya.
"Pertama, tentu kendaraan itu tidak didesain untuk ‘dicekik’ terus sepanjang masa. Kalau terus-terusan keberatan muatan, berarti mesinnya bekerja sangat maksimal. Ketika mesin bekerja secara maksimal, masalah akan timbul pada komponen lainnya,” jelas Rifat
Kemudian, ia menjelaskan bahwa bobot berlebih akan membuat rem bekerja dua kali lipat lebih berat ketika melakukan deselerasi dan berhenti di tanjakan atau turunan. Hal tersebut dapat membuat rem akan lebih panas dan berisiko malfungsi.
Truk ODOL juga memberikan efek negatif pada kelancaran arus lalu lintas. Kelebihan muatan membuat truk kesulitan ketika dihadapkan dengan jalan menanjak, secara otomatis ia akan berjalan lebih lambat dari kendaraan sekitar.
“Faktor lainnya itu ketika banyak truk kelebihan beban muatan, mereka sangat mengganggu di jalan tol dengan kecepatan rendah. Jalan lurus aja pelan apalagi ketemu tanjakan. Nah, itu memberikan efek domino ke belakang yang membuat jalan terhambat dan efek ekonominya tidak dapat,” sambung Rifat.
Lebih lanjut, truk ODOL merusak infrastruktur khususnya permukaan jalan. Rifat juga menyebut, truk kelebihan beban membuat banyak jalan jadi hancur sehingga menyebabkan ketidaknyamanan.
“Dampak terakhirnya adalah jalan jadi banyak yang hancur. Kalau jalan hancur bikin gak selamat dan nyusahin orang. Gue lagi menghimbau banget para stakeholder terutama Kementerian Perhubungan,” tukasnya
Suami dari aktris Sissy Prescillia ini pun menilai perusahaan yang memaksakan truk bermuatan berlebih tidak mempedulikan aspek keselamatan. Melainkan hanya fokus pada keuntungan belaka.
“Makanya gue marah banget! Karena mereka (oknum perusahaan) adalah orang-orang yang tidak peduli pada keselamatan, mereka hanya mikirin keuntungan,” pungkas Rifat tegas.
Kecelakaan Mobil Barang Tembus 6 Juta Kasus
Berdasarkan data Korlantas Polri, pada tahun 2024 tercatat sebanyak 165.614.547 kasus kecelakaan di Indonesia. Naik sekitar 5 juta kejadian dibandingkan pada tahun 2023 sebanyak 160.434.918.
Adapun kecelakaan mobil angkutan barang pada 2024 yang melibatkan 6.250.035 kendaraan. Meningkat 1,91 persen dari tahun 2023 di angka 6.132.671 kejadian.
No comments:
Post a Comment